
Dalam aksi tersebut, terlihat spanduk besar yang tergantung di depan pagar kantor bertuliskan “Buruh Bersatu Melawan Oligarki”, serta puluhan poster yang menyampaikan ide-ide mewakili aspirasi buruh.
Beberapa demonstran perempuan bahkan berbaring di jalan sembari mengangkat poster saat orasi berlangsung.
Salah satu perwakilan aksi, Yoyo, menyatakan bahwa peringatan May Day tahun ini digelar untuk menyuarakan perlawanan terhadap sistem kerja yang dianggap sebagai bentuk “perbudakan gaya baru”.
Ia menyoroti praktik kerja outsourcing dan pemberian upah murah sebagai isu utama.
“Kami menolak sistem kerja outsourcing yang selama ini hanya membebani buruh, tapi menguntungkan pengusaha.”
“Kami ingin status karyawan tetap agar ada jaminan kesehatan, pendidikan untuk keluarga, dan upah yang layak,” ujar Yoyo kepada wartawan di lokasi aksi.
Aksi ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari serikat buruh, mahasiswa dari sejumlah kampus di Samarinda, hingga komunitas-komunitas penggemar sepak bola.
Mereka membawa berbagai spanduk dan poster yang berisi tuntutan untuk kesejahteraan bagi pekerja.
Lebih lanjut, Yoyo menyoroti meningkatnya represivitas aparat terhadap rakyat, termasuk buruh dan jurnalis yang menyuarakan kritik.
Ia juga menegaskan bahwa keterlibatan militer dalam urusan industri harus dihentikan karena menghambat proses-proses demokratis yang seharusnya diatur dalam mekanisme tripartit.
“Buruh yang melakukan mogok kerja malah dipukul mundur. Jurnalis juga kerap mengalami tekanan bahkan intervensi dalam redaksional. Ini yang kami lawan bersama,” kata Yoyo.
Leave a Reply